Sabtu, 04 Juli 2009

Modernisasi Manusia

Manusia modern, siapa dia? Apa yang membuatnya menjadi modern? Bila mengacu pada prinsip-prinsip evolusi, manusia modern adalah kelompok manusia – berdasarkan analisa fosil – hidup setelah era Pithecantropus. Kelompok ini merupakan makhluk yang telah berdiri tegak, seperti manusia sekarang, dengan volume otak 1.450 cm3. Kelompok manusia ini hidup dari 100.000 – 40.000 tahun yang lalu. Manusia Neanderthal, Cro-Magnon, Swnascombe, Steinheim, dan Shanidar adalah beberapa contoh.


Dalam konteks Ilmu Sosial yang disebut manusia modern adalah manusia “saat ini” yang berbeda dengan nenek moyang mereka secara eksternal ataupun secara internal. Manusia modern secara eksternal telah mengenal urbanisasi, pendidikan, politik, komunikasi massa, dan industrialisasi. Tidak seperti nenek moyang mereka yang hidup secara nomaden, food gathering, dan hidup dalam kelompok atau clan yang satu sama lain sering kali berperang. Secara internal manusia modern adalah manusia yang mengutamakan nilai-nilai sikap dan perasaan. Secara garis besar ada sembilan ciri manusis modern :
1. manusia modern adalah manusia yang bersedia menerima pengalaman baru dengan segala keterbukaanya bagi pembaharuan dan perubahan,
2. manusia yang mempunyai kesanggupan untuk membentuk atau mempunyai pendapat mengenai sejumlah permasalahan yang ada di sekitarnya,
3. manusia yang berpandangan luas ke depan,
4. manusia yang mempunyai keinginan dan berusaha untuk terlibat dalam suatu perencanaan serta organisasi,
5. manusia yang mempunyai kemampuan untuk belajar dalam batas-batas tertentu untuk menguasai alam,
6. manusia yang mempunyai kemampuan untuk memperhitungkan, bahwa orang-orang dan lembaga yang ada di sekitarnya mampu melaksanakan tanggung jawab dan kewajibannya,
7. manusia yang sadar akan harga diri sendiri dan hidup orang lain dan bersedia untuk menghargainya,
8. manusia yang meyakini keberadaan ilmu dan teknologi, sekalipun ilmu dan teknologi dalam bentuk yang paling primitf,
9. orang yang yakin bahwa ganjaran akan diterima sesuai dengan tindakan yang dilakukan.



Secara spesifik ada beberapa sumber dari modernisasi yaitu ;
1. pendidikan, semakin tinggi pendidikan manusia dianggap semakin modern,
2. lingkungan kota, yang memberikan cara hidup, ide, mobilitas dan sumber-sumber yang komplek,
3. komunikasi masa, yang membuka dan memberikan wawasan baru,
4. negara dengan aparatur pemerintahannya,
5. usaha-usaha produktif dan administratif.



Negara dengan aparatur pemerintahannya dan semua organisasi terkait, terutama partai yang memasukkan ideologi-ideologi baru. Ideologi yang digembar-gemborkan umumnya mengandung tiga permasalahan ;
1. apakah self-interest­ dan group-interest mengacaukan kemampuan untuk memahami suatu permasalahan,
2. apakah ideologi yang diterima itu hanya ideologi yang sesuai dengan kenyataan yang ada,
3. apakah observasi empiris memberi kita satu batu ujian untuk memahami vitalitas suatu ideologi.



Ideologi umumnya dipandang sebagai suatu dikotomi yang dirumuskan secara seksama sebagai romatic-nationalist dan rational-evolutioner. Rumusan ini dikemukakan dalam tiga tingkatan yaitu animisme, spekulasi teologi dan metafisik, rasionalitas ilmiah yang secara alamiah mengarah kepada tradisi versus modernitas.
Lebih lanjut ideologi juga dianggap sebagai suatu warisan masa lalu (dari kaum kolonialis) yang menumbuhkan rasa nasionalisme. Ideologi menyangkut hal yang lebih luas dari sekedar menerima patokan baru secara pasif. Penetrasi asing lebih cenderung untuk mengubah dan menginfestasikan sejumlah sifat/sikap yang berhubungan dengan identitas, sikap moral, integritas, keterbukaan terhadap kritik, dan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Ada tiga elemen yang memberi wujud kepada warisan ideologi zaman kolonial yaitu;
1. sub sektor setempat,
2. tradisi-tradisi besar,
3. ideologi barat yang diformulasikan atau isme-isme.



Pengedepanan ideologi dapat memacu perubahan dalam kelompok masing-masing atau negara ke arah modernisasi. Dalam pandangan negara-negara maju, tujuan yang terkandung dalam nasionalitas dirumuskan sebagai sifat-sifat rajin, terencana, saving dan kerja-sama secara rasional untuk mencapai kesejahteraan materiil. Tapi permasalahan ideologi mempertanyakan pengertian rasionalitas yang menyangsikan nilai kesejahteraan. Tidak dapat dibuktikan bahwa rasionalitas mempunyai tujuan akhir yang jelas.
Ideologi umumnya lebih bersifat menahan tekanan terhadap nilai rasional dan agama tidak akan pernah memberikan hasil yang maksimal. Pemikiran elit di negara-negara baru, sangat dipengaruhi secara pragmatis dan instumentalis, dengan anggapan bahwa ide-ide tersebut sesuai denga tujuan yang diinginkan. Dalam implementasinya ada kesamaan dan perbedaan diantara masing ideologi yang digunakan oleh setiap negara. Perasamaan dari ideologi dapat dilihat dalam;
1. tujuan yang umumnya bersifat instrumental,
2. aspirasi dari orang-orang yang berargumentasi secara tradisional,
3. alat yang digunakan oleh golongan elit untuk menggerakkan masyarakat sesuai dengan tujuan yang diinginkan.


Ketiga komponen diatas merupakan situasi ideologi dari manusia masa kini dari negara-negara baru yang hasilnya belum jelas, walaupun tujuan sudah tergambar secara jelas. Kondisi ini disebabkan oleh karena pemahaman modernisasi lebih mengarah pada pandangan masa lampau dengan superioritas kekuasaan imperialist. Modernisasi lebih menuntut adanya usaha-usaha yang sifatnya ideologis yang kreatif dari pemimpin yang berkuasa dan tidak bersifat manipulatif, instrumental dan anti intelektual. Bila ditampikan secara lengkap banyak ide-ide pembangunan yang mencakup ide-ide rasionalitas, kemajuan yang gradual, pragmatis dan obyektif akan mempunyai nilai baik dalam konteks budaya yang tepat.


Pencapaian modernitas hanyalah suatu kondisi ideologi yang terintegrasi antara elit politik dan massa. Rasionalitas, pragmatisme, gradual, dan obyektif merupakan sebagian yang menimbulkan rasa takut untuk menerima ‘neokolonialisme’, sehingga untuk mencapai modernitas yang optimal harus dilaksanakan secara rasional., instrumental, organisasi yang efisien, ideologi yang terintegrasi antara yang memimpin dengan yang dipimpin.
Hidup Modernisasi!


Modernisasi dan Dinamika Pertumbuhan, Bab 7 – 8. Editor : Myron Weiner. Gadjah Mada University Press

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Rekomendasi